Semakin aku melangkah semakin tak kutemukahn apa yang aku harapkan, semua menjauh dari kenyataan yang meliputiku. Aku kecewa denganya. Tak bisa menerima kenyataannya seperti itu
Kadang diseketika waktu saat aku terpikir olehnya kadang juga pikiran ini seakan mengatakan tuk jauh darinya karena sikap dan cara berpikirnya yang sedemikian. aku tak tau mengapa pemikiran yang seperti itu yang selalu menghantui hari-hari disaat dia tak ada kabar. Dan terkadang juga aku berpikir apa diriku yang salah terlalu egois?.
Ada rasa sayang tersimpan untuknya, ada rindu tuk belaian dan pelukan hangatnya, tapi ntah mengapa dengan keegoisan aku ini, apa dia bukan yang terbaik buat diriku. Pemikiran dan prinsip yang berbeda dengannya membuatku merasakan ada yang hilang dari apa yang kumiliki. Jauh dari titik kesempurnaan yang selama ini diriku harapkan dari seorang yang selalu ingin dekat dengan aku. Dan ntah mengapa rasa itu seakan menghilang dari diriku.
Disetiap diriku bertanya masih ingat dengan aku selalu saja jawabnya jangan pernah katakanan seperti itu please kita saling mengerti itu jawabnya.
Ketika diriku meminta jauh darinya dia tak pernah terima “ Mengapa harus katakanan seperti itu, aku saja tak pernah berkata seperti itu” itu jawabnya. Katanya “ Mungkin ini nasipku aku terima karena aku mencintai bukan dicintai” itu ucapannya. Dan menurut aku itu semua salah mungkin jauh sebelum ini kenyataan memang seperti itu, tapi sekarang rasa itu memang benar-benar ada untuknya.
Aku cemburu dan marah itu karena aku sayang dengannya tapi dia tak pernah mengerti apa yang aku inginkan darinya. Selalu seperti itu tak pernah berubah bahkan semakin parah.
Terkadang aku terpikir untuk mendua dengan orang yang lebih dari dirinya tapi disaat itu pula diriku berpikir bagaimana kalau dirinya berpikiran seperti padaku itu batinku.tak terbayangkan lagi betapa sakitnya kalau saja hal itu benar-benar tejadi.
Selalu aku katakanan agar jangan lagi seperti ini, selalu aku katakan jadilah orang yang punya niat, usaha, prinsip agar kedepannya lebih baik, selalu saja aku katakan semakin hari semakin tua bukan semakin muda,umur semakin berkurang, bukan saatnya untuk bermain-main layaknya anak Baru Gede (ABG) yang pikirannya hura-hura dan ingin tau soal kedewasan, selalu saja aku katakan jangan lagi seperti itu diriku tak suka jawabnya hanya satu kata “ iya”.
Tak perlu kata janji dari dirimu, diriku ingin kata janji itu untuk dirimu sendiri, diriku butuh satu kata “ Buktikan” itu kataku. Tapi apa sudah menjelang tigatahun hubungan dengannya tak ada juga kutemukan pembuktian itu menipis layaknya pasir ditepi pantai terbawa oleh kerasnya ombak.
Pernah aku katakana pada dia “ Aku benar-benar kecewa jika sampai pada waktu yang telah aku tentukan tetap tak ada perubahan maaf aku tak bisa, aku merasa gagal , aku tak bisa membuatmu bangun dari tidurmu yang buruk untuk mimpi yang indahmu” jawabnya hanya “Iya”. Sampai kapan aku harus mendengar kata iya itu dari mulut yang aku sayang juga menyangi aku. Rasanya telah habis sudah kata-kata untuknya.
Dari hati yang paling dalam kupersembahkan jiwa terdalam untuknya. Aku ingin selalu dekat dengannya, aku tak ingin jauh dari mata dan pelukannya, aku ingin dia yang terbaik untuk aku dan aku juga ingin aku yang terbaik untuknya. Tapi sepertinya itu tak akan mungkin terjadi melihat dia yang selalu mengulur janji dan menunda waktu.
Manusia punya titik kesabaran sama hal nya dengan apa yang dia alami saat bersama dengan aku. Banyak keluhan-keluhan dia untuk aku yang tak pernah mengerti dan perhatikan dia tampa sepengetahuan aku dan yang tumbuh selalu saja egois yang dia rasa dengan aku. Akupun tak mengerti mengapa hal itu terjadi.
Jika sikap dan tingkah aku yang dingin padanya membuatnya berkata mengapa demikian? Apa kamu tidak peduli dengan aku itu tanya dia. Mengapa dia harus bertanya seperti itu apa dia tidak sadar dengan sikap dan perilaku yang membuat aku jengkel atau apa yang kurasakan saat ini juga dia rasakan kalimat itu yang ada dalam otakku.
Tampa dia sadari disaat aku bersama dengan dia kuperhatikan raut wajah yang kadang-kadang menemani hari-hariku” Mengapa Aku Harus Dipertemukan dengan dia” dan “ Mengapa Tuhan mengirimkan kesasih yang seperti dia” Kucoba tuk terima kenyataan karena aku sayang dengan dia . Dan bukan dia saja,
Ada banyak hal yang belum aku ketahui dari dia masih ingin tau cerita sebenarnya tentang diriku menurut dia.mungkin suatu saat saat ketika dia mengetahui isi kertas ini atau mungkin setelah aku mengungkapkan semua di atas kertas putih ini. Intinya aku berharap.
Lewat kertas yang kugoreskan dengan tinta ini yang bisa menyampaikan isi hatiku padanya. Semoga saja dia bisa membuktikan apa yang telah dia janjikan.
Kadang diseketika waktu saat aku terpikir olehnya kadang juga pikiran ini seakan mengatakan tuk jauh darinya karena sikap dan cara berpikirnya yang sedemikian. aku tak tau mengapa pemikiran yang seperti itu yang selalu menghantui hari-hari disaat dia tak ada kabar. Dan terkadang juga aku berpikir apa diriku yang salah terlalu egois?.
Ada rasa sayang tersimpan untuknya, ada rindu tuk belaian dan pelukan hangatnya, tapi ntah mengapa dengan keegoisan aku ini, apa dia bukan yang terbaik buat diriku. Pemikiran dan prinsip yang berbeda dengannya membuatku merasakan ada yang hilang dari apa yang kumiliki. Jauh dari titik kesempurnaan yang selama ini diriku harapkan dari seorang yang selalu ingin dekat dengan aku. Dan ntah mengapa rasa itu seakan menghilang dari diriku.
Disetiap diriku bertanya masih ingat dengan aku selalu saja jawabnya jangan pernah katakanan seperti itu please kita saling mengerti itu jawabnya.
Ketika diriku meminta jauh darinya dia tak pernah terima “ Mengapa harus katakanan seperti itu, aku saja tak pernah berkata seperti itu” itu jawabnya. Katanya “ Mungkin ini nasipku aku terima karena aku mencintai bukan dicintai” itu ucapannya. Dan menurut aku itu semua salah mungkin jauh sebelum ini kenyataan memang seperti itu, tapi sekarang rasa itu memang benar-benar ada untuknya.
Aku cemburu dan marah itu karena aku sayang dengannya tapi dia tak pernah mengerti apa yang aku inginkan darinya. Selalu seperti itu tak pernah berubah bahkan semakin parah.
Terkadang aku terpikir untuk mendua dengan orang yang lebih dari dirinya tapi disaat itu pula diriku berpikir bagaimana kalau dirinya berpikiran seperti padaku itu batinku.tak terbayangkan lagi betapa sakitnya kalau saja hal itu benar-benar tejadi.
Selalu aku katakanan agar jangan lagi seperti ini, selalu aku katakan jadilah orang yang punya niat, usaha, prinsip agar kedepannya lebih baik, selalu saja aku katakan semakin hari semakin tua bukan semakin muda,umur semakin berkurang, bukan saatnya untuk bermain-main layaknya anak Baru Gede (ABG) yang pikirannya hura-hura dan ingin tau soal kedewasan, selalu saja aku katakan jangan lagi seperti itu diriku tak suka jawabnya hanya satu kata “ iya”.
Tak perlu kata janji dari dirimu, diriku ingin kata janji itu untuk dirimu sendiri, diriku butuh satu kata “ Buktikan” itu kataku. Tapi apa sudah menjelang tigatahun hubungan dengannya tak ada juga kutemukan pembuktian itu menipis layaknya pasir ditepi pantai terbawa oleh kerasnya ombak.
Pernah aku katakana pada dia “ Aku benar-benar kecewa jika sampai pada waktu yang telah aku tentukan tetap tak ada perubahan maaf aku tak bisa, aku merasa gagal , aku tak bisa membuatmu bangun dari tidurmu yang buruk untuk mimpi yang indahmu” jawabnya hanya “Iya”. Sampai kapan aku harus mendengar kata iya itu dari mulut yang aku sayang juga menyangi aku. Rasanya telah habis sudah kata-kata untuknya.
Dari hati yang paling dalam kupersembahkan jiwa terdalam untuknya. Aku ingin selalu dekat dengannya, aku tak ingin jauh dari mata dan pelukannya, aku ingin dia yang terbaik untuk aku dan aku juga ingin aku yang terbaik untuknya. Tapi sepertinya itu tak akan mungkin terjadi melihat dia yang selalu mengulur janji dan menunda waktu.
Manusia punya titik kesabaran sama hal nya dengan apa yang dia alami saat bersama dengan aku. Banyak keluhan-keluhan dia untuk aku yang tak pernah mengerti dan perhatikan dia tampa sepengetahuan aku dan yang tumbuh selalu saja egois yang dia rasa dengan aku. Akupun tak mengerti mengapa hal itu terjadi.
Jika sikap dan tingkah aku yang dingin padanya membuatnya berkata mengapa demikian? Apa kamu tidak peduli dengan aku itu tanya dia. Mengapa dia harus bertanya seperti itu apa dia tidak sadar dengan sikap dan perilaku yang membuat aku jengkel atau apa yang kurasakan saat ini juga dia rasakan kalimat itu yang ada dalam otakku.
Tampa dia sadari disaat aku bersama dengan dia kuperhatikan raut wajah yang kadang-kadang menemani hari-hariku” Mengapa Aku Harus Dipertemukan dengan dia” dan “ Mengapa Tuhan mengirimkan kesasih yang seperti dia” Kucoba tuk terima kenyataan karena aku sayang dengan dia . Dan bukan dia saja,
Ada banyak hal yang belum aku ketahui dari dia masih ingin tau cerita sebenarnya tentang diriku menurut dia.mungkin suatu saat saat ketika dia mengetahui isi kertas ini atau mungkin setelah aku mengungkapkan semua di atas kertas putih ini. Intinya aku berharap.
Lewat kertas yang kugoreskan dengan tinta ini yang bisa menyampaikan isi hatiku padanya. Semoga saja dia bisa membuktikan apa yang telah dia janjikan.